Skema Murur untuk Mabit di Muzdalifah, Bagaimana Hukumnya?
SYIAR.COM, JAKARTA - Kementerian Agama menetapkan skema murur dalam mabit atau bermalam di Muzdalifah dan Mina.
Mabit atau bermalam di Muzdalifah dan Mina merupakan wajib haji yang harus dilaksanakan oleh jemaah. Akan tetapi, jika mabit tidak dilaksanakan, maka haji yang ditunaikan oleh jemaah tetap sah.
Meski memiliki pengertian menginap semalam suntuk, namun mabit tidak harus menginap semalam suntuk. Mabit sudah cukup meski berhenti sejenak atau sekadar lewat (murur). Skema inilah yang ditetapkan tahun ini oleh Kemenag untuk para jemaah haji uzur.
Jemaah haji tanpa uzur yang tidak melaksanakan mabit di Muzdalifah dan di Mina wajib membayar dam. Adapun jemaah haji dengan uzur yang tidak melaksanakan mabit di Muzdalifah dan di Mina tidak terkena kewajiban membayar dam.
وَإنْ تَرَكَ المبيتَ لَيْلَةَ المُزْدَلِفَةِ وَحْدَها جَبَرهَا بِدَمٍ وَإنْ تَرَكَهَا مَعَ اللَّيَالِي بِمنى لَزِمَهُ دَمَانِ عَلَى الأصَحّ وَعَلَى قَوْلٍ دَمٌ وَاحِد هَذَا فِيْمَنْ لاَ عُذرَ لَهُ. وَأمَّا مَنْ تَرَكَ مَبِيتَ مُزدَلِفَة أوْ مِنى لِعُذْرِ فَلاَ شَيْء عَلَيْهِ
Artinya, “Jika jemaah meninggalkan mabit pada malam Muzdalifah sekali saja, maka ia harus menggantinya dengan dam. Tetapi jika ia meninggalkannya berikut mabit beberapa malam di Mina, maka ia wajib membayar dua dam menurut qaul yang lebih sahih. Sebagian qaul mengatakan, cukup satu dam. Dam ini berlaku bagi jamaah tanpa uzur. Adapun mereka yang tidak bermabit di Muzdalifah atau Mina karena uzur, maka tidak terkena sesuatu,” (Imam An-Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Hajji wal Umrah, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 181), dikutip dari NU Online, Senin (10/06/2024).
Adapun uzur yang dimaksud sebagaimana disebutkan oleh Imam An-Nawawi adalah:
1. Petugas/pelayan pemberi minum jamaah haji (penerus sahabat Abbas ra).
Mereka baik keturunan sahabat Abbas ra atau bukan boleh meninggalkan mabit dan bergeser ke Makkah karena kesibukan mereka memberikan air minum.
Seandainya ada tugas memberikan air minum bagi jamaah haji, maka petugas haji yang bertanggung jawab untuk itu boleh meninggalkan mabit.
2. Penggembala unta.
Penggembala unta boleh meninggalkan mabit karena uzur beban tugas menggembala siang dan malam.
3. Orang yang memiliki uzur karena faktor eksternal.
Mereka adalah orang memiliki harta dan khawatir kehilangan harta kalau melakukan mabit.
Mereka juga termasuk orang yang mengkhawatirkan diri atau hartanya kalau bermabit. Mereka juga terbilang orang sakit yang perlu perawatan, majikan yang sibuk mencari budaknya, orang sakit yang sulit bermabit, atau uzur lainnya.
نَحْوَ ذَلِكَ فَالصَّحِيحُ أنَّهُ يَجوزُ لَهُمْ تَرْكُ الْمَبِيتَ وَلَهُمْ أنْ يَنْفِروا بَعْدَ الغروبِ وَلاَ شَيْء عَلَيْهِمْ
Artinya, “Atau uzur semisal itu. Pendapat yang sahih mengatakan, jamaah yang beruzur boleh meninggalkan mabit dan mereka boleh bertolak setelah maghrib tanpa kena dam apapun,” (Imam An-Nawawi, tanpa catatan tahun: 181).
Mereka yang beruzur boleh meninggalkan mabit tanpa denda dan dam apapun.
4. Jamaah sibuk wukuf.
Jamaah yang sampai di Arafah pada malam Idul Adha lalu sibuk wukuf sampai tak sempat mabit di Muzdalifah tidak terkena dam apapun karena mabit diperintahkan kepada orang yang senggang. (Imam An-Nawawi, tanpa catatan tahun: 181).
Komentar (0)
Login to comment on this news